Judul Buku : Wolf Totem
Penulis : Jiang Rong
Penerjemah : Rika Iffati
Penerbit : Hikmah
Nilai : 5/5 (Versi Komunitas Baca Buku)
Sudah lama saya tidak meresensikan buku yang bermutu, karena itu kali ini saya akan meresensikan buku terjemahan baru karya Jiang Rong. Mau tahu seperti apa seluk beluk novelnya? Mari kita bahas satu persatu.
Ini adalah sebuah novel tentang pengalaman penulis sendiri meneliti prilaku Srigala Mongol. Dengan mengganti karakter menjadi karakter Chen, penulis sepertinya berupaya melepas anggapan itu adalah dirinya. Mungkin saja hal ini berhasil di awal, namun pada pertengahan cerita kita akan melihat siapa sebenarnya sosok Chen.
Dalam novel ini diceritakan pemuda China Han, bernama Chen datang ke Mongol untuk mempelajari kehidupan Srigala. Bersama Yang mereka akhirnya diterima dengan baik oleh keluarga keturunan padang rumput Mongol.
Dari sini dimulailah pertemuannya dengan Bilgee (orang yang dihormati di kampung, hmm semacam orang bijaksana). Dari Bilgee, Chen akhirnya mempelajari banyak hal tentang kehidupan dan kepercayaan orang Mongol akan Totem Srigala. Berawal dari sini ia lama-lama tertarik memelihara Srigala.
Mencoba mengambil resiko, Chen akhirnya memberanikan diri untuk mencari Srigala kecil dan memeliharanya hingga dewasa. Harapannya setelah dewasa srigala itu menjadi penurut dan menuruti perintahnya. Tidak hanya sampai disitu, ia juga berharap srigala yang akan dirawatnya nanti dapat berteman dengan anjing peliharaannya dan mungkin bisa dikawinkan dengan keturunannya kelak.
Berbekal tekad, akhirnya Chen dan Yang berpetualang mencari anak srigala yang akan mereka rawat bersama anjing yang mereka pelihara. Dari petualangan ini mereka pelan-pelan belajar bagaimana cara memerangkap srigala. Hal yang mereka pikir dapat dikerjakan dengan mudah, nyatanya sulit mereka lakukan. Srigala itu hewan dengan tingkat kecerdasan yang cukup tinggi, sehingga butuh banyak kehati-hatian untuk menangkap srigala.
Dengan berbekal belajar dari penduduk lokal, akhirnya Chen dan Yang bisa mendapati lubang tempat srigala bersembunyi. Dengan perasaan gugup, mereka mencoba memasuki gua tempat srigala bersembunyi. Berbekal perlengkapan seadanya Chen dan Yang berdegup kencang memasuki areal gua itu. Cucuran keringatnya mendominasi dahi mereka, karena takut induk srigala akan menyerang mereka.
Nyatanya keberuntungan melingkupi mereka. Anak-anak srigala yang baru lahir ini ditinggalkan induknya di gua tersebut. Betapa bangganya mereka melihat anak-anak srigala ini, karena mereka masih kecil, anak-anak srigala itu ketakutan melihat dua pemuda ini. Ketakutan Chen dan Yang seolah berbalik pada anak-anak srigala ini, ketakutan ini kemudian menjadi jalan untuk menangkap anak-anak srigala ini.
Dan akhirnya mereka membawa anak-anak srigala itu ke desa tempat mereka menginap. Sesampainya di desa, betapa kagetnya para penduduk ketika mengetahui Chen akan merawat srigala ini untuk dikawinkan dengan seekor anjing. Tetua disana (Bilgee) marah mendengarnya, ia mendatangi Chen untuk mengurungkan niatnya lebih lanjut, baginya memeliharanya sama saja mengingkari hukum tengger. Tidak ada srigala yang mau dikawinkan dengan anjing, karena membuatnya terkekang saja merupakan kesalahan besar.
Chen tak berputus asa, dengan bijaksananya ia mencoba menjelaskan maksud dan tujuannya merawat srigala. Dengan sebuah keyakinan dan ketulusan yang dimiliki Chen, Bilgee akhirnya menyerah juga, menyadari pikirannya salah ia meminta maaf pada Chen.
Setelah itu dimulailah hari-hari dengan srigala perliharaannya. Karena masih kecil, ia disatukan dengan induk anjing yang baru saja melahirkan anak-anaknya. Awalnya sulit, karena induk anjing tahu itu bukan anaknya. Gigi srigala yang cukup tajam membuatnya merasa perih ketika tahu putingnya disapih olehnya. Belum lagi selera minum susu yang kuat. Membuatnya ingin selalu memisahkan diri dari anak srigala itu. Namun bukan Chen namanya kalau ia menyerah karena induk anjing yang tidak mau menyapihnya. Berbekal kasih sayang yang tulus pada anjingnya, ia berhasil meyakinkan anjing untuk mau disapih. Hingga akhirnya anak srigalapun mendapat jatah makan dri induk anjing tersebut.
Setelah agak besar anak-anak anjing seringkali main bersama anak srigala. Bermain cakar-cakaran, bahkan gigitan menjadi rutinitas seru mereka. Awalnya aktivitas ini tidak menjadi masalah, namun lama kelamaan aktivitas ini menjadi masalah yang sangat serius. Anak srigala ini dengan nalurinya tanpa sadar melukai anak anjing. Sontak saja induk anjing menjadi berang padanya. Dan inilah awal mulanya ia dipisahkan dengan anak-anak anjing lainnya.
Bila para anjing dapat berkeliaran bebas, tanpa ada tali pengekang sedikitpun, anak srigala harus terkekang dengan rantai besi. Awalnya ia meronta kuat dan marah dengan kekangan tersebut, namun lama kelamaan ia terbiasa.
Hari-haripun berganti dan Chen mulai membiasakan dirinya merawat srigala tersebut, sampai satu ketika terjadi ekpedisi besar-besaran dari utusan pemerintah Mao untuk memusnahkan srigala agar mereka tidak memakan ternak mereka.
Awalnya mereka tidak berhasil menghancurkan klan srigala, namun lambat laun semuanya berubah. Dan Chen menjadi tertantang untuk menjelaskan makna srigala bagi bangsa Mongol dan apa akibatnya jika semua srigala dibantai. Chenpun kini berubah, dari orang yang sekedar ingin meneliti dan memelihara srigala menjadi seorang yang sangat mencintai srigala dan totem srigala.
Pergolakan bathin dimulai dan konflikpun dimainkan. Apa yang akan Chen lakukan untuk mencegah bangsanya sendiri menghancurkan srigala? Apakah Chen berhasil menjadikan srigala menjadi teman hidup seperti yang diharapkannya? Kalau mau tahu kelanjutan kisahnya baca saja Wolf Totem….
Kesimpulannya
Jujur saja, kalau ada yang bertanya novel apa yang paling panjang saya baca, maka saya akan dengan sangat lancar menyebut Wolf Totem sebagai bacaan yang cukup menguras energi saya membaca. Novel ini memiliki permainan deskripsi yang menarik untuk dibaca. Jadi meski dominasi narasi terlihat kental di dalamnya, cita rasa majasnya sungguh memikat hati untuk terus membacanya sampai akhir.
Dalam novel ini banyak makna kehidupan yang diajarkan pada kita sebagai manusia. Dari novel ini kita akan diajarkan betapa pentingnya rantai makanan dalam siklus kehidupan. Membuat salah satu rantai makanannya hilang sama saja menghancurkan ekosistem secara perlahan. Ini bukan hanya teori, namun nyata terjadi di daerah Mongol.
Tidak hanya itu, dari novel ini kita juga akan belajar tentang bagaimana menjadi seorang yang memiliki keteguhan pendirian seperti srigala. Di balik perangainya yang mungkin dinilai buruk, srigala mengajarkan kita tentang sebuah pendirian, seperti sebagai mahluk hidup kita tidak boleh larut dalam kekangan hidup, berjuang untuk menjadi pribadi yang bebas adalah jalan membuat kita lebih mengerti lagi cara mempertahankan hidup.
Pelajaran lain dari srigala yang patut ditiru adalah kesetiaan. Ketika jantang srigala memilih satu betina srigala untuk pasangan hidupnya, biasanya mereka akan setia dan mati-matian melindungi keluarganya, ini adalah pelajaran lain yang mungkin bisa menggempur persepsi salah akan kata srigala yang dikonotasikan sebagai tokoh laki-laki yang penipu dan suka bergonta-ganti perempuan.
Tidak cukup sampai disitu, dari srigala juga kita akan belajar bagaimana taktik menyerang dan bertahan. Dalam novel ini digambarkan beberapa kali srigala mampu meloloskan diri dari kejaran manusia dengan cara menyerang ataupun lari ketika ia tak sanggup melawannya. Sungguh kita pembaca dibawa ke atmosfer psikologi baru tentang pemikiran srigala, serta bagaimana cara mempertahankan koloninya.
Kalau boleh dibilang novel ini sangat apik untuk dibaca. Keakuratan dalam penceritaannya membuat kita lebih paham lagi tentang bagaimana srigala itu memiliki kebijaksanaan lain untuk dipelajari.
Penelitan sepuluh tahun lebih, membuat novel ini layak diacungi empat jempol. Tak salah kalau ia dianugerahi Man Asian Literary Award pada tahun 2007. Hmm kalau saya pikir novel ini bisa juga dinominasikan dalam nobel sastra, soalnya novel ini bagus banget sih….
Kalau untuk penerbitnya saya kasih two thums up, karena sekali lagi Hikmah berhasil menyuguhkan novel terjemahan berkualitas seperti ini. Novel ini adalah novel terjemahan Hikmah kedua yang saya baca, setelah Tings Fall Apart. Kualitas penerjemahnya ok punya, pokoknya keren dan selamat deh buat Hikmah….
Tentang Penulisnya
Jiang Rong lahir di Jiangsu tahun 1946. Pekerjaan ayahnya membuat keluar mereka pindah ke Beijing pada tahun 1957 dan Jiang memasuki Akademi Pusat Seni Murni pada 1966.
Setelah pendidikannya terputus oleh berbagai peristiwa di China, Jiang yang berusia 21 tahun secara sukarela bekerja di Banner Ujimchin Timur di Mongolia Dalam, tempat dia hidup dan bekerja dengan para masyarakat nomad setempat sampai usia 23 tahun. Dia membawa dua kardus penuh terjemahan China dari karya-karya sastra klasik barat dan menghabiskan waktu sebelas tahun tenggelam dalam kajian pribadi mengenai sejarah, kebudayaan dan tradisi Mongolia. Secara khusus dia mengembangkan ketertarikan yang sangat terhadap mitologi srigala dan padang rumput, menghabiskan sebagian besar waktu luangnya untuk mempeljari berbagai cerita dan membesarkan seekor anak srigala yang yatim piatu.
Pada 1978, dia kembali ke Beijing meneruskan pendidikan di Akademi Ilmu Sosial Cina setahun kemudian. Jiang bekerja sebagai akademisi sampai pensiun pada tahun 2006.
Wolf Totem adalah kisah fiksi mengenaik kehidupan 1970-an yang diambil dari pengalaman pribadi Jiang di padang rumput wilayah perbatasan China.
Salam Inspirasi
Senda
Ketua Komunitas Baca Buku
Posting Komentar